Proses Perceraian di Indonesia
Oleh : Musthafa Helmy
Perceraian di Indonesia diatur dalam UU nomr 1 Tahun 1974
dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) tahun 1991. Maksud pengaturan itu agar kita
tidak mudah menjatuhkan talak dan perceraian menjadi mainan. Pernikahan harus
tetap disucikan dan dijadikan sarana untuk menciptakan keluarga sakinah dan
penuh mawaddah dan rahmah.
Dalam bab VII pasa 39 UU 1/1974 disebutkan bahwa
perceraian harus dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak berhenti mendamaikan kedua belah fihak. Untuk melakukan
perceraian harus ada cukup alassan bahwa antara suami istri itu tidak akan
dapat hidup rukun sebagai suami istri.
Kemudian, dalam KHI semakin ditegaskan dan rinci. Dalam pasal
129 dijelaskan, suami yang hendak menceraikan istrinya harus mengajukan
permohonan baik lisan maupun tulisan kepada pengadilan agama tempat tinggal
istri. Pengadilan kemudian akan memprosesnya selambat-lambatnya sebulan setelah
diajukan (pasal 130). Jika kemudian pengadilan tidak berhasil membujuk dan
menyatukan kembali, maka pengadilan bisa mengabulkan cerai itu.
Dalam ayat 3 pasal 130, setelah keputusan memiliki
kekuatan hukum tetap, maka suami bisa melakukan ikrar talak di saat itu yang
dihadiri istri dan atau kuasa hukumnya. Ikrar talak diberi batas waktu hingga 6
bulan, dan jika tidak juga dilakukan maka otomatis tidak terjadi pereraian
(ayat 4 pasal 130). Sementara istri juga memiliki kesempatan gugat cerai kepada
suami melalui prosesdur yang sama.
Dalam pasal 116 disebutkan bahwa penyebab perceraian yang
bisa dikabulkan oleh pengadilan itu jika terkait dengan beberapa hal di bawah
ini :
- Jika salah satu dari suami/istri melakukan perbuatan zina dn atau pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
- Salah satu fihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tapa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
- Salah satu pihak mendpat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
- Salah satu pihak mengalami cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
- Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
- Suami melanggar taklik talak.
- Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan ketidakrukunan dalam rumah tangga.
Karena sebab-sebab ini, suami bisa mengajukan permohonan
cerai ke pengadilan.
Dari beberapa kaus ini pula istri bisa mengajukan gugatan
cerai ke pengadilan.
Dalam pasal 136 dijelaskan, dalam kaitan gugatan
perceraian itu, atas permohonan penggugat atau tergugat berdasarkan
pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan, Pengadilan Agma dapat mengizinkan
suami istri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah.
Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan
penggugat atau tergugat, Pengadilan Agama dapat menentukan nafkah yang harus
ditanggung oleh suami dan menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin
terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau
barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri.
Penentuan cerai melalui pengadilan agama tidak hanya
terjadi di Indonesia saja. Di negara-negara seperti Mesir dan Suriah juga
berlaku hal yang sama.
Dalam fikih memang ada ketentuan talak yang harus
diputuskan melalui pengadilan.
Menurut Dr. Wahbah Azzuhaily dalam Al-Fiqhul Islami wa
Adillatuhu, mengutip pendapat Imam Hanafi, perceraian yang diharuskan dilakukan
di pengadilan itu adalah perceraian karena lian, perceraian karena cacat-cacat
yang diketahui kemudian baik dari sisi laki-laki dan perempuan, dan ketiga
karena meolak islam (murtad), suami pergi atau dipenjara, tidak dibri nafkah,
pertentangan antara suami istri yang bisa membahayakan keduanya jika diteruskan
dalam biduk keluarga.
Dari Perkawinan & Keluarga no. 456/2010
Post a Comment for "Prosedur Perceraian dan Sebab-Sebab Perceraian di Indonesia"