Berikut ini adalah seri lengkap postingan ustadz Felix Siauw tentang khitbah-ta'aruf yang kami ambil dari Fanspage beliau agar kita mudah dan runut dalam membacanya :
Bagaimana mendapatkan pasangan yang baik bila tidak lewat jalan pacaran?
Banyak diantara kita salah kaprah ketika membahas tentang cara mendapatkan pasangan yang baik, seolah-olah pacaran adalah satu-satunya cara untuk mengenal pasangan sebelum menikah. Ok, logika begini, kalau pacaran itu masa perkenalan, seharusnya semakin banyak dan lama pacaran, maka pernikahan akan semakin langgeng, harusnya gitu kan?
Tapi coba lihat, untuk urusan perceraian, ada 3 negara yang unggul, 1) Belgia (71%) 2) Portugal (68%) 3) Hungaria (67%) sementara USA dengan banyak film pacarannya di urutan 10 (53%), lengkapnya google aja "Countries with Highest Divorce Rates"
Apa yang bisa kita lihat? Pacaran dan semua aktivitasnya tidak membantu membuat pernikahan jadi lebih langgeng, data-data membuktikan semua itu. Artinya? Tidak serta merta orang yang pacaran lantas jadi saling mengenal, karena aktivitas pacaran memang bukan saling mengenal, tetapi lebih kepada pemuasan nafsu belaka. Itu secara logis. Secara Islami, pacaran jelas aktivitas maksiat, dan dalam Islam, sesuatu yang dimulai dengan maksiat, tidak akan pernah menghantarkan kepada kebahagiaan.
Kesimpulannya, pacaran tidak berkorelasi pada kenal atau tidaknya seseorang pada pasangannya, dan tidak pacaran juga tidak berkorelasi dengan kenal atau tidaknya dengan pasangannya. Jadi seharusnya, Islam juga mengatur solusinya dong, gimana caranya agar dapet pasangan yang baik di masa depan? Bukan seperti membeli kucing dalam karung, langsung nikah tanpa tahu, kenal dan memahami calon. Bila tidak dengan pacaran, gimana caranya bisa tahu calon pasangan kita?
Islam itu lengkap dan paripurna, dan memberikan solusi bagi setiap problem kita, termasuk masalah yang sudah siap menikah. Tidak pacaran bukan berarti kita langsung menikahi seseorang tanpa tahu apapun, dengan alasan "ini lillahi ta'ala, aku nggak perlu kenalan". Ya nggak gitu juga hehehe.. Maka dalam Islam ada istilah khitbah dan ta'aruf.
Saat seorang Muslim/Muslimah siap menikah, mereka pasti dong mengamati sekeliling, stalking, kepo, diem-diem seneng. Nah, kalau sudah 'sreg' sama seseorang ya khitbah aja. Apaan sih khitbah? Itu, minta kesediaan dia untuk kita nikahi. Tapi tentu saja 'sreg' dan 'nggak sreg' dalam Islam itu beda, dia didasarkan pada cinta pada Allah. Kalau yang sudah cinta pada Allah, pasti ya 'sreg' nya sama yang cinta Allah juga, bagi dia ketaatan, ibadah, keimanan itu jadi ukuran yang paling utama. Nah, kalau sudah diterima sama orangnya, ya segera ke orangtuanya untuk tentukan tanggal, itu juga kalo orangtuanya mau, kalo nggak mau ya jangan kecil hati, ditolak kan belum tentu diterima, sama aja ya hahaha...
Nah, kalau walinya udah ok, tanggal udah ada, ya mulailah ta'aruf mu, kenalan. Bedanya sama pacaran, ta'aruf nggak ada khalwat, dan sudah jelas tujuannya yaitu menikah, indikasinya kan sudah menyepakati tanggal nikah. Jadi bukan untuk kesia-siaan. Disini syariat Allah memuliakan wanita, kenalan bener-bener kenalan, bukan membahayakan kehormatan wanita itu sendiri dengan pacaran yang berpotensi kasus habis manis sepah diemut, eh dibuang hehe.. Ta'aruf itu ya bener-bener kenalan, saling mengukur, saling menilai, cocok nggak satusamalain menjadi satu bahtera.
Terus, selama ta'aruf apa aja yang harus dipastiin supaya pernikahannya langgeng dan bahagia? Nggak kayak postingan kemarin yang pernikahan pada gagal itu?
Pas ta'aruf ngapain sih?
Tujuannya ta'aruf ya saling mengenal, penjajakan apakah dia adalah orang yang tepat untuk kita dan apa yang kita tuju di masa depan, maka ada beberapa yang harus diperhatikan:
Pertama. Yang paling penting, visi. Apa yang dia inginkan kedepan? Sesuai nggak sama yang kita inginkan kedepan? Karena visi ini akan menentukan langgeng nggaknya kita. Yang harus dipastikan, adalah visimu dan visi dia sama-sama di jalan Allah, bila itu sudah ok, selesai sebagian besar urusan. Karena halal-haram akan sama, standar baik-buruk akan sama. Bila visinya sama-sama beneran ridha Allah, bakal bahagia.
Kedua. Sifat atau karakter. Tiap Muslim salih pasti ada karakter masing-masing, bagaimana akhlaknya saat berinteraksi sama yang lebih tua? Bagaimana saat dia sama anak-anak? Reaksinya menghadapi satu masalah? Pola pikirnya saat ketemu halangan? Sanggupkah bertahan saat sulit dan bersyukur saat melimpah? Apa yang paling penting bagi dirinya? Apa yang dia harapkan dari dirimu? Ini juga bagian dari perkenalan.
Ketiga. Fisik. Karena pernikahan bukan hanya rasa, tapi urusan biologis juga. Maka pastikan pasangan nggak berhalangan secara fisik, subur dan tidak punya gangguan kesehatan yang bisa mengganggu pernikahan.
Keempat. Tsaqafah atau pengetahuannya tentang agama. Kita tahu bahwa saat seseorang memahami Al-Quran dan As-Sunnah, hidupnya tak bakal tersesat dan susah, walaupun diuji dengan musibah dunia. Pastikan dia sudah mengkaji Islam, mintalah referensi dari ustadznya bila perlu. Tanyakan pada sahabat-sahabatnya bagaimana pengetahuannya dalam agama.
Kelima. Kemampuannya dalam bertanggung jawab. Ingat nafkah bukan hanya uang, tapi lebih kepada sikap mental dan tanggung jawab pernikahan. Dulu saya inget bahwa komitmen saya menghidupi @ummualila sampai pada "apapun akan saya lakukan asal HALAL, demi nafkahi keluarga". Itu sikap mental. Jantan dan bertanggung jawab.
Tapi hati-hati, kebanyakan orang ngerasanya ta'aruf padahal modus pacaran syariah, gimana supaya nggak terjebak yang kayak gitu?
Ta'aruf dulu atau khitbah dulu?
Kalau yang saya ambil sih, khitbah dulu baru ta'ruf, walau kalau ada yang berpendapat yang lain juga ya silakan saja. Kenapa khitbah dulu? Karena sebelum ta'aruf seyogyanya orangtua wanita (wali) mengetahui terlebih dulu, dan jelas dulu kapan tanggal pernikahannya, sehingga proses perkenalan (ta'aruf) nya bukan backstreet, atau bahkan tanpa sepengetahuan orangtua wanita.Lah kan berabe kalau sudah deket, sudah cocok, sudah demen, tiba-tiba pas khitbah ORANGTUANYA NGGAK MAU, nah kasus deh.
Jadi lebih baik dari awal. Khitbah dulu, jelasin maksud kenpa mau ta'aruf, yaitu mau nikah, kapan waktunya, apa yang diinginkan wali wanitanya, setelah itu tinggal ta'aruf deh. Lha kalau sudah ta'aruf, terus nggak jadi nikah gimana? Ya nggak papa, kan terhormat, kamu belum apa-apain dan diapa-apain kayak yang pacaran itu kan. Kamu suci, dia juga. Biasa kok kalau sudah ta'aruf lalu nggak cocok lalu nggak jadi.Nah, makanya ta'arufnya jangan kelamaan, dan jangan main perasaan. Sudah khitbah dan lagi ta'aruf bukan berarti boleh telpon-telponan ria, sms-sms yang gak perlu, apalagi ngerayu-rayu, panggil say-beb-cin-yang, ya itu namanya khlawat juga, terbuai-buai, itu nggak perlu.
Berapa lama batas waktu ta'aruf? Nggak ada batesan sih, tapi lebih cepet lebih bagus, makin lama makin kemungkinan baper dan maksiat. Yaa, 3-6 bulan cukup banget lah, gak usah pake lama. Kalo lama-lama itu bukan kenalan tapi kredit rumah. Inget ya, khitbah-ta'aruf bukan modus booking. Kemarin ada yang ta'aruf tapi masih SMP, niat nikahnya kalau sudah lulus kuliah. Ampun deh, jelas-jelas itu modus, nggak serius, nggak bener. Dan jelas walinya nggak tau.
Kesimpulan, Khitbah dan ta'aruf itu ya memang untuk yang siap. Yang belum siap jangan coba-coba, malah jadi modus kemaksiatan nantinya.
Gimana supaya ta'arufnya bisa mulus?
Sebenernya, setiap Muslim/Muslimah yang sudah mau dan siap untuk nikah, harus juga menyiapkan keluarganya untuk menikah, terutama Muslimah, harus komunikasi dulu sama orangtuanya tentang keinginannya menikah.
Saya masuk Islam umur 18 tahun, minta nikah karena nggak mau maksiat pacaran, DITOLAK MENTAH-MENTAH sama orangtua saya. Lha yakinin orangtua sendiri aja nggak bisa, apalagi yakinkan orangtua orang lain. Ya sudah mundur teratur. Empat tahun berselang, saya baru bisa meyakinkan orangtua saya, bahwa saya sudah siap untuk menikah, bahwa saya lelaki bertanggungjawab sama seperti Ayah saya, mampu membina keluarga, saya nikah 22 tahun.
Karena setiap kita harus melewati proses ini, jadi coba tanya deh, terutama yang Muslimah pada orangtuanya, "Ayah, bunda, gimana pendapatnya kalau saya mau menikah?". Lihat aja reaksinya. Kalau reaksinya NGAMUK, itu artinya kamu belum siap, belum pantas, kecuali kamu bisa negosiasi sampe mereka woles lagi. Nah, reaksinya ini penting, karena dari situ terbangun komunikasi, pendapat mereka, keinginan mereka, dan sebagainya. Ini memudahkan ke proses ta'aruf. Karena kalau orangtua sudah percaya ke anaknya, mereka akan percaya anaknya akan memilih yang terbaik, yang sesuai tuntunan Al-Quran dan As-Sunnah.
Yang paling ideal, saat seorang lelaki misalnya datang ke seorang wanita dan orangtuanya untuk khitbah, mereka bilang "Kami sih terserah putri kami saja, kami sudah percaya kok sama dia". Alhamdulillah... Nah, langkah awal memahamkan orangtua ini, sangat penting bila kita ingin memudahkan yang akan mengkhitbah kita nanti.
Kita bisa memahamkan orangtua kita, bahwa khitbah-ta'aruf itu seperti apa, hingga mereka nggak kaget, nanti pernikahan itu harus seperti apa, calon suami/istri itu yang penting apanya. Karena mengapa? Karena yang paling banyak problemnya saat khitbah-ta'aruf justru dari pihak orangtua, bukan anaknya. Anaknya sih ok-ok aja, ortunya yang pengen: uang mahar mesti begini, pestanya mesti begitu, calonnya mesti PNS, bla-bla-bla....
Makanya pahamkan dulu di awal. Siap-siap itu sebelum khitbah, bukan setelah dikhitbah baru ngomong ke orangtua, ya perlu waktu lagi, problem lagi. Terus gimana cara meyakinkan orangtuaku dan orangtuanya?
Apa yang bisa meyakinkan orangtua kalau kita sudah siap menikah?
Pada dasarnya, nggak ada orangtua yang tega dan ingin melihat anaknya sengsara, itu harus kita pahami dulu. Maka orangtua pasti akan melakukan APAPUN yang dia bisa, kadang BERLEBIHAN, untuk memastikan anaknya bahagia. Dalam kasus pernikahan, ada beberapa orangtua yang akan "mewajibkan" calon pasangan hidup anak, yang tak pernah diwajibkan syariat, misal harus kaya, harus punya jabatan, harus sesuku, harus lulusan luar negeri, PNS dan sebagainya.
Tapi ingat, itu semua orangtua lakukan, karena mereka pikir itulah yang akan membuat kita bahagia dan jauh dari sengsara, maka sebelum khitbah-ta'aruf tentu kita harus punya POSISI di hadapan orangtua biar semua mulus jalannya. Maka tidak ada cara lebih baik selain merebut kepercayaan orangtua, agar mereka yakin kita sudah siap, dan mampu mandiri dalam kehidupan rumah tangga.
Caranya?
Yang paling mudah, bagi lelaki, ya pantengin ayahmu, apa saja yang bisa dia lakukan, amati, dan tiru. Kalau perlu gantikan semua tugasnya dirumah. Buktikan kamu itu lelaki yang bertanggung jawab kayak dia. Kalau dia mampu menafkahi, kamu juga harus bisa. Kalau dia mampu memberi solusi kalau ada masalah, ya kamu harus bisa. Kalau dia mampu menjadi pemimpin keluarganya, kamu juga mesti bisa.
Kalau perempuan?
Sama, persiapkan dirimu dengan ambil alih tugas-tugas bundamu dirumah, minimal bantu beliau. Urus rumah, ambil alih dapur, ayomin adik-adikmu dan belajarlah sifat keibuan. Pijit-pijit ayahmu, buatin dia makanan yang dia suka. Ambil hati mereka supaya percaya padamu. Tanyai mereka, "Kalau nanti aku nikah, ayah bunda ingin calon yang seperti apa?" Nah disitu ada negoasiasi kan, ada tawar-menawar sampai sepakat.
Jadi buktikan dulu dirimu di depan orangtuamu bahwa kamu sudah dewasa, siap ambil tanggung jawab. Sebelum membuktikan pada orangtuanya calonmu. Terus, persiapan apa yang paling penting di khitbah-ta'aruf?
Persiapan terbaik untuk khitbah-ta'aruf
Bagi saya tidak ada persiapan lebih baik untuk pernikahan, ketimbang mengkaji Islam dan mendakwahkannya. Ini yang jarang diperhatikan, bahwa pernikahan itu SANGAT-SANGAT perlu ilmu, perlu iman, perlu kedewasaan, dan kesemuanya didapatkan dari mengkaji Islam dan mendakwahkannya. Ada kalimat yang perlu direnungkan bagi pencari pasangan yang taat, "mau dibini baru dibina, atau dibina baru dibini?" Maksudnya, mau cari pasangan itu yang sudah di-bina dengan Islam, di-bina dengan dakwah, lalu baru kita jadikan bini (pasangan) atau mau yang awam, belum di-bina, dijadikan pasangan lalu baru di-bini?
Bagi saya, pasangan yang masih awam dengan Islam lalu dinikahi sangat beresiko, walau mungkin secara fisik menarik. Tapi ketertarikan jangka panjang itu sebab ketaatan, bukan fisik. Lha nyatanya, yang sama-sama berada dalam jalan dakwah saja punya masalah, apalagi yang tak memahami Islam sama sekali? Maka kajilah Islam yang baik, jadikan cinta kita nomor satu kepada Allah dulu, sang pemilik cinta, pemilik hati-hati manusia. Jadikan diri kita pengemban dakwah yang terpercaya, dakwahkan Islam secara serius.
Ini yang paling ideal, menggabungkan diri dalam jamaah dakwah, dalam barisan pengemban dakwah di gerakan-gerakan dakwah. Kaji dan dakwahkan Islam disan. Gerakan dakwah yang mana? YANG MANA SAJA selama Islam adalah dasar gerakannya, Al-Quran dan As-Sunnah adalah pegangannya. Banyak kok, di kampus-kampus apalagi.
Nah, kalau sudah siap nikah, minta tolong ke ustadz/ah-nya, murabbi/ah-nya, musyrif/ah-nya untuk membantu mencarikan pasangan yang juga sudah siap dan sudah terbina.
Bila sudah begitu, insyaAllah bukan hanya pernikahan biasa, tapi pernikahan yang barakah, pernikahan yang sakinah, dan membentuk bukan keluarga biasa, tapi keluarga pengemban dakwah.
Alhamdulillah, selesai juga seri khitbah-ta'aruf ini, semoga manfaat ya, dan sekali lagi JANGAN BAPER. Kalau masih punya energi, habiskan buat dakwah dan ibadah.
Sumber : https://www.facebook.com/UstadzFelixSiauw/?fref=ts
Post a Comment for "Kultwit Ustadz Felix Siauw tentang Pacaran dan tips Khitbah-Ta'aruf"