PENTJATATAN NIKAH. Peraturan
tentang pentjatatan nikah, talak dan rudjuk.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : 1) bahwa peraturan pentjatatan
nikah, talak dan rudjuk seperti jang diatur didalam Huwelijksordonnantie S. 1929 No. 348 jo. S. 1931 No. 467.
Vorstenlandsche Huwelijksordonnantie S 1933 No. 98 dan Huwelijksordonnantie
Buitengewesten S. 1932 No. 482 tidak sesuai lagi dengan keadaan pada masa
sekarang, sehingga perlu diadakan peraturan baru jang sempurna dan memenuhi sjarat
keadilan sosial;
2)
bahwa
pembuatan peraturan baru jang dimaksudkan diatas tidak mungkin dilaksanakan
didalam waktu jang singkat;
3)
bahwa
sambil menunggu peraturan baru itu perlu segera diadakan peraturan pentjatatan
nikah, talak dan rudjuk untuk memenuhi keperluan jang sangat mendesak;
Mengingat : ajat (1) pasal 5, ajat (1)
pasal 20, dan pasal IV dari Aturan Peralihan Undang-undang Dasar, dan Maklumat Wakil Presiden Republik
Indonesia tertanggal 16 Oktober 1945 No. X;
Dengan persetudjuan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat;
M e m u t
u s k a n :
I. Mentjabut :
1) Huwelijksordonnantie S. 1929
No. 348 jo. S. 1931 No. 467.
2) Vorstenlandsche Huwelijksordonnantie S. 1913 No.
98;
II. Menetapkan peraturan sebagai
berikut :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENTJATATAN NIKAH,
TALAK DAN RUDJUK.
Pasal 1.
(1)
Nikah
jang dilakukan menurut agama Islam, selandjutnja disebut nikah, diawasi oleh
pegawai pentjatat nikah jang diangkat oleh Menteri Agama atau pegawai jang
ditundjuk olehnja. Talak dan rudjuk jang dilakukan menurut agama Islam,
selandjutnja disebut talak dan rudjuk, diberitahukan kepada pegawai pentjatat
nikah.
(2)
Jang
berhak melakukan pengawasan atas nikah dan menerima pemberitahuan tentang talak
dan rudjuk, hanja pegawai jang diangkat oleh Menteri Agama atau pegawai jang
ditundjuk olehnja.
(3)
Bila
pegawai itu tidak ada atau berhalangan, maka pekerdjaan itu dilakukan oleh
orang jang, ditundjuk sebagai wakilnja oleh kepala Djawatan Agama Daerah.
(4)
Seorang
jang nikah, mendjatuhkan talak atau merudjuk, diwadjibkan membajar biaja
pentjatatan jang banjaknja ditetapkan oleh Menteri Agama. Dari mereka jang
dapat menundjukkan surat keterangan tidak mampu dan kepala desanja
(kelurahannja) tidak dipungut biaja.
Surat keterangan ini diberikan dengan pertjuma.
Biaja pentjatatan nikah, talak dan rudjuk dimasukkan didalam menurut aturan
jang ditetapkan oleh Menteri Agama.
(5)
Tempat
kedudukan dan wilajah (ressort) pegawai pentjatat nikah ditatapkan oleh Kepala
Djawatan Agama Daerah.
(6)
Pengangkatan
dan pemberhentian pegawai pentjatat nikah diumumkan kepala Djawatan Agama
Daerah dengan tjara jang sebaik-baiknja.
Pasal 2.
(1)
Pegawai
pentjatat nikah dan orang jang tersebut pada ajat (3) pasal 1 membuat tjatatan
tentang segala nikah jang dilakukan dibawah pengawasnja dan tentang talak dan
rudjuk jang diberitahukan kepadanja; tjatatan jang dimaksudkan pada pasal 1
dimasukkan didalam buku pendaftaran masing-masing jang sengadja diadakan untuk
hal itu, dan tjontohnja masing-masing ditetapkan oleh Menteri Agama.
(2)
Dengan
tidak mengurangi peraturan pada ajat (4) pasal 45 dari peraturan meterai 1921
(zegelverordening 1921), maka mereka itu wadjib memberikan petikan dari pada
buku-pendaftaran jang tersebut diatas ini kepada jang berkepentingan dengan
pertjuma tentang nikah jang dilakukan dibawah pengawasannja atau talak dan
rudjuk jang dibukukannja dan mentjatat djumlah uang jang dibajar kepadanja pada
surat petikan itu.
(3)
Orang
jang diwadjibkan memegang buku pendaftaran jang tersebut pada ajat (1) pasal
ini serta membuat petikan dari pada buku-pendaftaran jang dimaksudkan pada ajat
(2) diatas ini, maka dalam hal melakukan pekerjaan itu dipandang sebagai
pegawai umum (openbaar ambtenaar).
Pasal 3.
(1)
Barang
siapa jang melakukan akad nikah atau nikah dengan seorang perempuan tidak
dibawah pengawasan pegawai jang dimaksudkan pada ajat pasal 1 atau wakilnja,
dihukum denda sebanjak-banjaknja R 50,- (Lima puluh rupiah).
(2)
Barang
siapa jang mendjalankan pekerdjaan tersebut pada ajat (2) pasal 1 dengan tidak
ada haknja, dihukum kurungan selama-lamanja 3 bulan atau denda
sebanjak-banjaknja R 100,-(seratus rupiah)
(3)
Djika
seorang laki-laki jang mendjatuhkan talak atau merudjuk sebagaimana tersebut
pada ajat
(1) pasal 1, tidak memberitahukan hal itu didalam
seminggu kepada pegawai jang dimaksudkan pada ajat (2) pasal 1 atau wakilnja,
maka ia dihukum denda sebanjak-banjaknja Rp. 50,- (lima rupiah).
(4)
Orang
jang tersebut pada ajat (2) pasal 1 karena mendjalankan pengawasan dalam hal
nikah, ataupun karena menerima pemberitahuan tentang talak dan rudjuk menerima
biaja pentjatatan nikah, talak dan rudjuk lebih dari pada jang ditetapkan oleh
Menteri Agama menurut ajat (4) pasal 1 atau tidak memasukkan nikah, talak dan
rudjuk didalam buku-pendaftaran masing-masing sebagai jang dimaksud pada ajat
(1) pasal 2, atau tidak memberikan petikan dari pada buku pendaftaran tersebut
diatas tentang nikah jang dilakukan di bawah pengawasanya atau
talak dan rudjuk jang dibukukannya, sebagai jang dimaksud pada ajat (2)
pasal 2, maka dihukum kurungan selama-lamanja 3 (tiga) bulan atau denda sebanjak-banjaknja
R 100,- (seratus rupiah).
(5)
Djika
terdjadi salah satu hal jang tersebut pada ajat pertama, kedua dan ketiga dan
ternjata karena keputusan hakim, bahwa ada orang kawin tidak dengan mentjukupi
sjarat pengawasan atau ada talak atau rudjuk tidak diberitahukan kepada jang
berwadjib, maka biskalgripir hakim kepolisian jang bersangkutan mengirim
salinan keputusannja kepada pegawai pentjatat nikah jang bersangkutan dan
pegawai itu memasukkan nikah, talak dan rudjuk itu didalam buku-pendaftaran
masing-masing dengan menjebut surat keputusan hakim jang menjatakan hal itu.
Pasal 4.
Hal-hal jang boleh dihukum pada
pasal 3 dipandang sebagai pelanggaran.
Pasal 5.
Peraturan-peraturan
jang perlu untuk mendjalankan Undang-Undang ini ditetapkan oleh Menteri Agama.
Pasal 6.
(1)
Undang-undang
ini disebut “Undang-undang Pentjatatan nikah, talak, dan rudjuk" dan
berlaku untuk Djawa dan Madura pada hari jang akan ditetapkan oleh Menteri
Agama.
(2)
Berlakunja
Undang-undang ini didaerah luar Djawa dan Madura ditetapkan dengan
Undang-undang lain.
Pasal 7.
Dengan
berlakunja Undang-undang ini untuk Djawa dan Madura Huwelijksordonnantie S.
1929 No. 348, jo S. 1931 No. 467 dan Vorstenlandsche Huwelijksordonnantie S.
1933 No. 98 mendjadi batal.
Ditetapkan di Linggardjati pada tanggal 21 Nopember
1946.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
SOEKARNO.
Menteri
Agama,
FATOERACHMAN.
Diumumkan
pada tanggal 26 Nopember 1946.
Sekretaris
Negara,
A.G.
PRINGGODIGDO
Peraturan pentjatatan nikah, talak dan rudjuk
seperti termuat dalam Huwelijksordonnantie S. 1929 No. 348 jo, S. 1931 No. 467,
Vorstenlandsche Huwelijksordonnantie S. 1933 No. 98 dan Huwelijksordonnantie
Buitengewesten S. 1932 No. 482 tidak sesuai lagi dengan keadaan pada masa
sekarang sehingga diadakan peraturan baru jang selaras dengan Negara jang
modern.
Untuk melaksanakan peraturan itu dibutuhkan
penjelidikan jang teliti dan saksama, sehingga sudah barang tentu tidak akan
tertjapai didalam waktu jang singkat. Akan tetapi untuk mentjukupi kebutuhan
pada masa ini berhubung dengan keadaan jang sangat mendesak perlu
peraturan-peraturan pentjatatan nikah, talak dan rudjuk tersebut diatas,
ditjabut serta diganti oleh peraturan jang baru jang dapat memenuhi sementara
keperluan-keperluan pada masa ini.
Peraturan-peraturan pentjatatan nikah, talak dan
rudjuk tersebut diatas kesemuanja bersifat propinsialistis jang tidak sesuai
dengan keadaan sekarang. Negarara Indonesia ialah Negara kesatuan, dan sudah
sepantasnja bahwa peraturan-peraturan bersifat kesatuan pula. Dari itu
Huwelijksordonnantie S. 1929 No. 348 jo. S. 1931 No. 467, Vorstenlandsche
Hewelijksordonnantie S. 1933 No. 98 dan Huwelijksordonnantie Buitengewesten S.
1932 No. 482 patut ditjabut. Selain dari pada itu peraturan didalam
Huwelijksordonnantie-Huwelijksordonnantie itu memberi kesempatan untuk
mengadakan tariep ongkos pentjatatan nikah, talak dan rudjuk jang,
berbeda-beda, sehingga tiap-tiap kabupaten mempunyai peraturan sendiri. Hal
sedemikian itu perlu dirobah serta diganti dengan peraturan jang satu, untk
seluruh Indonesia. Dimana berhubung dengan keadaan belum memungkinkan, disitu
peraturan jang baru ini tentu belum dapat didjalankan, akan tetapi pada
azasnja, peraturan ini diuntukkan untuk seluruh Indonesia serta harus segera
didjalankan, dimana keadaan telah mengizinkan.
Selandjutnja
peraturan-peraturan jang ditjabut itu, tidak mendjamin penghasilannja para
pegawai pentjatatan nikah, hanja digantungkan pada banjak sedikitnja ongkos
jang didapatnja dari mereka jang menikah, menalak dan merudjuk. Dengan djalan
demikian maka pegawai pentjatat nikah mendjalankan kewajibannja dengan tidak
semestinja, hanja semata-mata ditudjukan untuk memperbesar penghasilannja,
kurang memperhatikan hukum-hukum Islam jang sebenarnja. Perbuatan sedemikian
itu jang merupakan suatu koruptie serta merendahkan deradjat pegawai nikah,
tidak sadja dapat tjelaan dari pilhak perkumpulan-perkumpulan Wanita Indonesia,
akan tetapi djuga dari pihak pergerakan Islam jang mengetahui betul-betul
sjarat-sjaratnja talak dan sebagainja, tidak setudju dengan tjara mendjamin
penghidupan pegawai nikah sedemikian itu. Pun para pegawai nikah sendiri merasa
keberatan dengan adanja peraturan sedemikian itu. Selain dari pada
penghasilannja tidak tentu, djuga aturan pembagian ongkos nikah, talak dan rudjuk
kurang adil, ja'ni pegawai jang berpangkat tinggi dalam golongan pegawai nikah
mendapat banjak, kadang-kadang sampai lbih dari f 1.000,-(Bandung, Sukabumi dan
lain-lain) akan tetapi yang berpangkat rendah sangat kurangnja, antara f 3,50,-
-- f 10,-. Selain dari itu ongkos nikah (ipekah) oleh beberapa golongan ummat
Islam dipandang sebagai “haram”, sehingga tidak tenteramlah mereka itu mendapat
penghasilan tersebut. Koruptie serta keberatan-keberatan lainnja hanja dapat
dilenjapkan djika pimpinan jang bersangkut-paut dengan perkawinan, talak dan
rudjuk diserahkan pada satu instansi, serta para pegawai pentjatat nikah diberi
gadji jang tetap, sesuai dengan kedudukan mereka dalam masjarakat.
“Undang-undang Pentjatatan nikah, talak dan rudjuk (Undang-undang No. 22
tahun 1946) dimaksudkan untuk didjalankan diseluruh Indonesia; akan tetapi
sebelum keadaan mengizinkannja serta undang-undang baru itu belum berlaku,
peraturan jang lama masih dianggap sah. Waktu berlakunja “Undang-undang
Pentjatatan nikah, talak dan rudjuk” untuk tanah Djawa din Madura ditetapkan
oleh Menteri Agama, sedang didaerah-daerah diluar tanah Djawa dan Madura akan
ditentukan oleh Undang-undang lain.
Pasal 1.
Maksud pasal ini ialah supaja nikah, talak dan
rudjuk menurut agama Islam supaja tertjatat agar mendapat kepastian hukum.
Dalam Negara jang teratur segala hal-hal jang
bersangkut-paut dengan penduduk harus ditjatat, sebagai kelahiran, pernikahan,
kematian dan sebagainja. Lagi pula perkawinan bergandengan rapat dengan
waris-mal-waris, sehingga perkawinan perlu ditjatat mendjaga djangan sampai ada
kekatjauan.
Menurut hukum agama Islam nikah itu ialah
perdjandjian antara bakal suami atau wakilnja dan wali perempuan atau wakilnja.
Biasanja wali memberi kepada kuasa kepada pegawai pentjatat nikah untuk
mendjadi wakilnja; tetapi ia boleh pula diwakili orang lain dari pada pegawai
jang ditundjuk oleh Menteri Agama, atau ia sendiri dapat melakukan akad nikah
itu. Pada umumnja djarang sekali Wali melakukan akad nikah sebab sedikit sekali
jang mempunjai kepandaian jang dibutuhkan untuk-melakukan akad nikah itu.
Antjaman dengan denda sebagai tersebut pada ajat
(1) dan (3) pasal 3 Undang -undang ini bemaksud supaja aturan administrasi ini
diperhatikan; akibatnja sekali-kali bukan, bahwa nikah, talak atau rudjuk itu
mendjadi batal karena pelanggaran itu.
Jang dimaksud dengan mengawasi ialah ketjuali hadir
pada ketika perdjandjian nikah itu diperbuat, pun pula memeriksa, ketika kedua
belah pihak (wali dan bakal suami) menghadap pada pegawai pentjatat nikah ada
tidaknya rintangan untuk nikah dan apakah sjarat-sjarat jang ditentukan oleh
hukum agama Islam tidak dilanggar. Selanjutnja perobahan yang penting-penting
dalam pasal ini ialah bahwa kekuasaan untuk menundjuk pegawai pentjatat nikah,
menetapkan besarnja biaja pentjatat nikah, talak dan rudjuk, menetapkan tempat
kedudukan dan wilajah pegawai pentjatat nikah, djatuh masing-masing dari tangan
Bupati/Raad Kabupaten ke tangan Menteri Agama, atau pegawai jang ditundjuk olehnja
atau pada kepala Djawatan Agama Daerah, sedang biaja nikah, talak dan rudjuk
tidak dibagi-bagi lagi antara pegawai-pegawai pentjatat nikah akan tetapi masuk
ke Kas Negeri dan pegawai pentjatat nikah diangkat sebagai pegawai Negeri.
Jang dimaksud dengan Djawatan Agama Daerah ialah
Djawatan Agama Daerah ialah Djawatan Agama Keresidenan atau Djawatan Agaria di
Kota Djakarta Raya.
Surat keterangan tidak mampu harus diberikannja
dengan pertjuma, mendjaga supaja orang jang tidak mampu djangan diperberat.
Pasal 2.
Sudah terang, dan tidak ada perobahan, ketjuali tjontoh-tjontoh buku
pendaftaran, surat nikah, talak dan rudjuk dan sebagainja ditetapkan tidak lagi
oleh Bupati, akan tetapi oleh Menteri Agama, agar supaja mendapat kesatuan.
Pasal 3.
Maksud pasal 3 ini sama dengan pasal 3 dari Huwelijksordonnantie S. 1929
No. 348 hanja sadja pelanggaran terhadap aturan pemberitahuan tentang talak
jang didjatuhkan dan rudjuk jang dilakukan dinaikkan dari f 5,- mendjadi f 50,-
agar supaja hakim dapat memberi denda setimpal dengan kesalahannja. Oleh karena
tidak diberi tahu oleh pegawai pentjatat nikah, sebab pegawai pentjatat nikah
tidak diberitahukannja oleh suami jang merudjuk, mendjadi tidak mengetahui hal
perudjukan akan kawin lagi dengan lain, kemudian datang suaminja jang lama,
sehingga perkawinan tidak dapat dilangsungkan; atau telah kawin dengan orang
lain kemudian datang suami jang lama, sehingga perkawinan jang baru itu
dibubarkan. Lebih menjedihkan lagi djika perkawinan jang baru sudah begitu
rukun sehingga telah mempunjai
anak.
Lain-lain
pasal sudah terang dan tidak perlu didjelaskan lagi.
Menteri
Agama,
H.
FATOERACHMAN.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete